

BANJARBARU – Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Masyarakat Pemerhati Hukum dan Barisan Anak Bangsa Anti Kecurangan (BABAK) mendesak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalimantan Selatan menuntaskan penyelidikan dugaan korupsi dalam pengadaan lahan RSUD H. Boejasin di Kabupaten Tanah Laut. Desakan ini disampaikan langsung oleh Ketua LSM BABAK, Bahrudin, saat audiensi di Kejati Kalsel, Selasa (30/9/2025).
Menurut Bahrudin, kasus ini bermula dari dugaan maladministrasi yang kemudian berujung pada potensi kerugian negara miliaran rupiah. Ia menilai, persoalan lahan RSUD H. Boejasin sudah lama menjadi tanda tanya besar sejak tahun 2020, ketika mantan Bupati Tanah Laut periode 2018–2023, H. Sukamta, tidak mengakui tanah tersebut sebagai hibah daerah.
> “Korupsi biasanya dimulai dari maladministrasi. Jika sudah merugikan masyarakat dan negara, itu jelas masuk ranah hukum. Karena itu, kami minta Kejati Kalsel menindaklanjuti kasus ini secara serius, transparan, dan tanpa tebang pilih,” tegas Bahrudin.
LSM BABAK juga menyoroti adanya perbedaan dokumen aset (Kartu Inventaris Barang/KIB) antara data yang mereka pegang dan yang diserahkan Pemerintah Kabupaten Tanah Laut ke Kejati Kalsel.
Mereka mengklaim memiliki KIB tahun 2017, sementara Pemkab justru menyerahkan KIB tahun 2015 yang diduga baru dibuat belakangan.
“Aneh, karena aset RSUD H. Boejasin tidak tercatat dalam laporan keuangan maupun realisasi anggaran tahun 2015. Bahkan tak ada berita acara serah terima hibah sebagaimana diatur dalam regulasi. Ini indikasi kuat adanya rekayasa administrasi,” ungkapnya.
Kejanggalan lain, lanjut Bahrudin, muncul dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI Perwakilan Kalsel tahun 2015.
Dalam laporan itu disebutkan adanya penggantian tanah seluas 3,8 hektare dengan nilai mencapai Rp13 miliar, namun tanpa keterangan lokasi yang jelas.
BABAK menduga, dana tersebut justru digunakan untuk pembelian lahan RSUD H. Boejasin, bukan untuk Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kijang Mas seperti klaim pemerintah daerah.
“Kalau memang untuk RTH, mestinya ada dokumen pendukung lengkap — mulai dari titik koordinat, sertifikat persil, hingga pertimbangan teknis. Faktanya, lahan yang disebut RTH itu hingga kini belum bersertifikat,” paparnya.
Bahrudin menegaskan, pihaknya tidak akan berhenti sampai di sini. Jika penyelidikan Kejati Kalsel dianggap jalan di tempat, LSM BABAK siap melaporkan kasus ini ke Kejaksaan Agung RI.
“Ini bukan sekadar dugaan manipulasi dokumen, tapi sudah mengarah ke tindak pidana korupsi. Jangan sampai kasus seperti ini dibiarkan menguap seperti yang sudah-sudah,” ujarnya tegas.
Sementara itu, Kasi Pidum Kejati Kalsel, Yuni, mengatakan pihaknya menghargai partisipasi masyarakat dalam mengawasi penggunaan keuangan negara.
“Kami menghargai laporan dari LSM BABAK dan sudah menindaklanjutinya. Hasilnya akan kami sampaikan setelah proses selesai,” ucapnya singkat.